Thursday 21 July 2016

Warung Kopi si Anak Emas Yang Selalu Disalahkan

Kita tidak akan membahas apa itu kopi Arabika dan apa itu kopi Robusta. Dalam tulisan ini alangkah eloknya jika kita membahas tentang Warung Kopi si Anak Emas Yang Selalu Disalahkan. Dari judul tersebut memang membuat kita menjadi bingung, bagaimana mungkin anak emas disalahkan? tetapi disini ada sebuah cerita menarik yang sayang jika dilewatkan begitu saja.

Salah satu sajian unik kopi Aceh (goaceh.com/cikopi.com)

Sebagai contoh Messi di Argentina. Ceritanya akan terasa konyol jika seorang Messi di Argentina gagal menendang pinalti di final Copa Amerika menjadi kambing hitam di tengah kegagalan Argentina juara di tiga final perhelatan akbar pesta sepak bola. Memang secara hitungan-hitungan Messi punya andil besar di dalam kegagalan timnas Argentina yang berujung pada pemunduran dirinya, tetapi Messi bukannya dihujat oleh publik Argentina, Messi justru mendapatkan pembelaan yang luar biasa. Itu semua karena Messi anak emas yang tidak pantas disalahkan.

Sudah deh kita kembali lagi ke topik utama Warung Kopi si Anak Emas Yang Selalu Disalahkan.  Kalau lanjutin berbicara sepakbola tidak akan ada habisnya, karena cerita serupa juga pernah terjadi dengan Gerrard di Liverpool klub kesayangannya. Seandainya pemain lain melakukan kesalahanan seperti Gerrard bisa saja akan dicela oleh fans fanatik mereka sendiri.

Ok kembali ke warung kopi si anak emas yang selalu disalahkan.

Warung kopi, warung kopi di Aceh sudah menjadi sebuah ciri khas tersendiri provinsi yang terdapat di paling ujung pulau Sumatera tersebut. Warung kopi tumbuh bagaikan jamur di musim hujan di semak belukar yang mengelilingi negeri. Warung kopi di Aceh sangatlah banyak, tidak akan pernah cukup jari jemari untuk menghitung banyaknya warung kopi yang selalu ramai orang mengunjunginya.

Karena banyaknya warung kopi di Aceh, Aceh bahkan mendapatkan julukan sebagai negeri 1001 warung kopi. Warung kopi di Aceh tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati minuman yang identik dengan warna hitam itu saja. 

Warung kopi di Aceh benar-benar multifangsi yang sangat sulit dijelaskan jika belum pernah duduk disana, warung kopi Aceh  bisa menjadi tempat berunding, tempat transaksi batu akik (dulu waktu musim batu akik), jadi tempat reuni, bisa jadi tempat belajar, tempat ngerjain tugas kuliah, tempat bikin skripsi, tempat kampanye, tempat berbagi ide dan masih banyak hal-hal positif lainnya yang sering dilakukan di warung kopi.

Kualitas kopi Aceh diakui dunia (www.statusaceh.net)

Dengan prestasinya tersebut warung kopi mulai di puja-puja dijadikan anak emas dan alat sebagai pengundang wisatawan mau mendarat di Blang Bintang (nama bandara di Aceh). Iklan di televisi mulai bertebaran dengan menampilkan biji kopi kualitas dunia asal dua kabupaten di Aceh yaitu Bener Meriah dan Takengon. Kemudian iklan juga dipercantik dengan menampakkan sosok lelaki yang sedang menyeduh kopi dengan saringan khasnya sebelum akhirnya menghidangkan kepada turis berambut pirang yang sedang tertawa girang menikmati segala pesona yang ada di warung kopi.

Seakan tidak cukup dengan cara itu memperkenalkan kopi Aceh sebagai anak emas yang disanjung-sanjung. Kota Banda Aceh sebagai gerbang pertama menikmati seluruh sudut Aceh yang pernah terjadi tsunami itu mengadakan festival kopi.  Tidak main-main festival kopi yang berlangsung di lapangan Blang Padang itu bertajuk festival kopi internasional.

Mendengar namanya sudah keren banget. Kopi Aceh begitu spesial dengan tajuk internasionalnya, kopi Aceh benar-benar magnet yang begitu kuat untuk membuat Aceh ramai pengunjung. Jika didalami, ternyata bukan hanya namanya saja keren dengan label internasionalnya, tetapi juga dengan tempat diadakan festival yang berdekatan dengan komplek perkantoran wali kota Banda Aceh. Dan bahkan ibu wali kota yang hadir ketika itu mengatakan "budaya minum kopi diharapkan menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Banda Aceh (sumbernya tempo.co)". Kalau mau tanya benar apa tidak ibu walikota ngomong seperti itu silahkan saja tanyakan sama si tempo. Festival ini sendiri dikemas dengan beragam penampilan kesenian Aceh agar semakin menarik dan ramai pengunjung "Festival ini sebagai bagian pesta rakyat Banda Aceh" tambah ibu Wali Kota Banda Aceh (masih  dengan sumber yang sama).

warung kopi si Anak Emas Yang Selalu Disalahkan
Wali kota Banda Aceh ketika mencoba membuat kopi ((gayahidup.republika.co.id)

Luar biasa. Kopi telah membuat wali kota jatuh cinta olehnya. Tetapi seakan-akan tidak puas membuat pemerintah saja yang jatuh cinta olehnya, kopi beraksi dengan memasuki dunia kampus. Di dalam kampus banyak dosen yang mendorong mahasiswanya untuk menjadi sosok mandiri berwirausaha.

"Kalian ini yang dari Gayo, jangan sepenuhnya mengharapkan jadi PNS ketika sudah lulus kelak, kalian harus menjadi pengusaha kopi yang hebat. Daerah kalian sangat potensial dengan kopinya" begitu kata salah satu dosen dengan penuh semangat berbicara sambil berdiri di dekat papan tulis.

Lain lagi sama dosen wanita yang cantik rupawan mengajar di fakultas pendidikan. Dia tidak memuji kopi, tetapi dia memarahi mahasiswanya yang tidak mengerjakan tugas.

"Kalian ini mau jadi apa? selalu tidak mengerjakan tugas" dia sangat marah sambil membenarkan posisi tasnya di atas meja.

"jangan banyak alasan karena tidak ada buku, kalian bisa manfaatkan fasilitas wifi di warung kopi untuk cari tugas" dosen yang gemar berpakaian hitam itu sudah kehilangan kesabarannya sambil berdiri mendekati anak didiknya.

Usaha kopi untuk semakin di cinta sepertinya telah benar-benar bisa menghipnotis kalangan akademisi. Sekarang kopi patut berbangga karena tidak hanya dicintai oleh pemerintah tetapi juga akademisi yang memiliki ilmu dan pendidikan yang bagus.

Tetapi entah kenapa di tengah kecintaan pemerintah dan akademisi terhadapnya. Gelar anak emas si kopi mulai ternoda. Sisi anak emas si kopi dan warungnya mulai disalah-salahkan di depan mahasiswa yang dulu pernah diajarin untuk menjadi pengusaha kopi.

Seorang rektor berbicara di dalam gedung auditorium kampus yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari kantin kampus (kantinnya mirip warung kopi pada umumnya juga, tidak ada perbedaan) yang jaraknya hanya beberapa meter dari gedung rektorat.

"Hari ini kita menyaksikan rata-rata mahasiswa yang kuliah di Banda Aceh kerjanya nongkrong di warung kopi. Pustaka kita lihat sepi. Kalau seperti ini mahasiswa, kedepannya akan sangat berpengaruh terhadap generasi peminta". Kemudian bapak rektor juga menambahkan bahwa budaya nongkrong di warung kopi mencerminkan pemalas "kalau malas, pasti selesai kuliah tidak ada persiapan, maka budaya pengemis akan berjalan dalam mencari pekerjaan".

Kata-kata pak rektor waktu itu terlanjur sudah tersebar. Banyak komentar mengalir deras tidak setuju dengan pendapat pak rektor. Pak rektor sepertinya tidak begitu menyadari ketika itu kampus yang beliau pimpin juga terdapat beberapa kantin yang mirip dengan warung kopi  di dalamnya yang sering digunakan oleh mahasiswa dan para dosen.

Apakah kehadiran 'kantin' yang sama banget dengan warung kopi itu di perkarangan kampus  memberi tanda kalau pak rektor telah memberi peluang kepada dosen dan mahasiswanya untuk menjadi generasi pemalas dan pengemis seperti yang beliau katakan.

Entahlah, yang jelas kopi dan warungnya yang selalu di puja-puja di kalangan akademisi sudah disalahkan oleh pak rektor yang berbicara di depan 967 orang mahasiswanya. Bagusnya diapakan itu kantin kampus yang selalu ramai pengunjung yang wajahnya mirip banget dengan warung kopi? hmm....

Cerita berlanjut, warung kopi si anak emas berusaha move on dari perkataan pak rektor yang menyalahkannya. Warung kopi masih punya harapan sama ibu wali kota yang pernah memujinya ketika festival kopi internasional 10 Mei 2016 silam. Warung kopi begitu pede akan mampu bangkit dari kekecewaan dengan dukungan pemerintah kota Banda Aceh.

Tetapi prediksi si warung kopi salah total. ternyata benar kata orang tua tempo dulu "tak ada cinta abadi". Warung kopi nasibnya sama dengan tebu setelah manisnya dihisap, tebu tak lagi berguna.

Meski tidak sepedas perkataan pak rektor tetapi ajakan ibu wali kota untuk  membuat Masjid ramai dengan meninggalkan kebiasaan nongkrong di warung kopi sedikit bertolak belakang dengan ajakan ibu wali kota beberapa waktu yang lalu ketika festival kopi berlangsung.

"budaya minum kopi diharapkan menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Banda Aceh"

Ajakan ibu wali kota untuk meramaikan Masjid benar. Membuat Masjid makmur merupakan perbuatan mulia. Kita semua setuju akan hal itu, karena Masjid merupakan sebaik-baiknya tempat. Jika ada orang yang ingin Masjid menjadi sepi tentu kita perlu mempertanyakan status keagamaannya.

Tetapi yang jadi pertanyaannya, kenapa ibu wali kota membuat warung kopi seakan-akan begitu bersalah? apakah kehadiran warung kopi telah membuat Masjid sepi? kalau memang ia kenapa juga ibu puji si kopi dan warungnya ketika festival beberapa bulan yang lalu? kenapa juga ibu adakan festival kopi di Banda Aceh? kenapa tidak ibu larang saja para pejabat yang memiliki usaha warung kopi? ibu cuma manfaatin kopi ya buat ngundang wisatawan datang? kenapa ibu tidak sebutkan pantai, pasar, atau apa kek yang lain yang membuat Masjid sepi? kenapa harus si warung kopi? sedih kali lah kek ni. Kemaren puji kita, sekarang malah salahin kita :(

Benar-benar sangat buruk nasib Warung Kopi si Anak Emas Yang Selalu Disalahkan. Seandainya warung kopi bisa berbicara tentu dia akan curhat sambil meneteskan air mata kecewa akan semua tudingan miring terhadapnya.

Pada akhirnya kita ambil sisi positif saja dari perkataan dua orang tua kita tersebut yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu yang tak pernah ternilai harganya. Mereka luar biasa!!Baca Juga : Fakta Hukuman Cambuk Di Aceh Yang Belum Banyak Yang Tau

2 komentar


EmoticonEmoticon