Tuesday 30 August 2016

Kisah Taubatnya Para Pemburu Penyu



Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya merupakan sebuah kecamatan yang terletak persis bibir pantai Aceh bagian barat yang langsung berhadapan dengan samudera Hindia. Pantai Panga terkenal sangat indah dan juga memiliki beragam kekayaan alam lautnya.

Dari waktu ke waktu pantai Panga selalu menjadi tempat bagi warga disana yang mayoritas bekerja sebagai nelayan untuk mencari nafkah di dalam kehidupannya. Beragam jenis ikan bisa di dapatkan di laut Panga dan juga muaranya yang terkenal sangat ramah untuk menjala berbagai jenis ikan yang ada.

Aktifitas di pantai Panga seakan tidak mengenal perbedaan siang dan malam, para nelayan selalu saja ramai di pantai dan sungai untuk menjalani sebuah kebiasaan yang sudah mereka lakukan secara turun menurun. Berbekal lampu cemprong dan senter ala kadarnya para nelayan seakan lupa akan dinginnya angin malam yang menusuk pori-pori

Jika musim penyu bertelur telah tiba, para nelayan akan lebih fokus untuk memburu telur penyu yang terkenal sangat lezat tersebut. Telur penyu yang di dapatkan akan mereka santap bersama keluarga dan ada juga yang menjualnya dengan beragam harga yang tidak jelas kesepakatannya.

Aktifitas memburu penyu di Panga Aceh Jaya terus bergeliat. Jika para pendahulu mereka di dalam berburu telur penyu menyisakan sepuluh butir telur penyu di dalam sarang untuk kelansungan hidupnya, tetapi tidak demikian para pemuda yang mulai mengenal penyu setelah Tsunami melanda Aceh tercinta, mereka mengambil semua telur penyu yang ada dan kemudian meninggalkan sarangnya begitu saja tanpa memikirkan akan nasib penyu yang semakin terancam punah akan keberadaannya.

Di tengah keganasan anak manusia di dalam berburu penyu, tiba-tiba terlintas di benak kepala beberapa anak muda yang ada di kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya bahwa perilaku mereka di dalam membabat habis telur penyu yang ada merupakan kesalahan yang sangat fatal. Mereka mulai berfikir untuk menghentikan aktifitas mereka dan berusaha ‘menebus dosa’ mereka Untuk Indonesia yang lebih baik.

Pada tahun 2012 mereka sudah menghentikan kebiasaan buruknya di dalam berburu telur penyu di Pantai Panga yang dulu sangat mencekam disaat konflik melanda Serambi Mekkah. Beranggotakan 21 orang pemuda yang berasal dari beberapa desa pinggiran pantai di Kecamatan Panga, para pemuda ini menghadirkan kabar baik dengan melahirkan tim konservasi penyu yang diberi nama Tim Konservasi Penyu Aroen Meubanja.

Penamaan Aroen Meubanja (pohon cemara yang tumbuh berbaris) sendiri merupakan ciri khas pantai Panga yang terkenal begitu banyak pohon cemara yang tumbuh berbaris disana. Dan penamaan itu sendiri juga memiliki motivasi lebih para  pemuda yang tergabung di dalam tim konservasi penyu untuk terus menanam pohon dan memelihara yang sudah ada dari ulah tangan usil anak manusia yang tidak bertanggung jawab.

Proses pelepasan Tukik ke laut (foto tim Konservasi Penyu Aroen Meubanja)

Berbekal nekad dan rasa bersalah yang selalu menghantui hari-hari mereka, para pemuda ini berhasil membangun tiga pos yang digunakan untuk aktifitas konservasi penyu mereka. Ketiga pos tersebut terletak di desa Keude Panga, desa Kuta Tuha dan desa Alue Piet, ketiga desa tersebut merupakan daerah yang paling rawan akan kejahatan terhadap penyu yang terkenal sangat kuat daya ingatnya tersebut.

Mereka sepertinya tidak mengenal rasa lelah, siang dan malam mereka terus  bekerja untuk kelangsungan hidup penyu. Jika malam hari telah tiba mereka berpatroli di bibir pantai untuk menjaga telur penyu dari kejahatan manusia dan juga binatang pengganggu lainnya.

Jika mereka berhasil menemukan sarang tempat penyu bertelur, mereka akan mengambilnya dengan tujuan yang sangat berbeda dengan tujuan yang dulu pernah lakukan. Mereka akan memindahkan telur tersebut ke dalam sarang yang mereka buat dari ember dengan teknik yang lebih aman dari ancaman manusia, kepiting dan biawak yang selalu berusaha merasakan nikmatnya telur putih yang lembek tersebut.

Setelah telur penyu menetas di dalam sarang buatan para pemuda pemburu penyu yang sudah bertaubat tersebut, mereka akan membantu tukik untuk bisa beradaptasi dengan alam barunya yang dikenal dengan sebutan pemiliharaan tukit hingga tukik benar-benar siap untuk dilepaskan kembali ke laut dengan cara diletakkan di atas pasir yang ada pantai agar si tukik mampu merekam posisi awal keberadaannya dengan tujuan agar dia kembali kesana meski dia sudah menjelajah ke berbagai belahan dunia. 

konservasi penyu
Sarang buatan yang jauh lebih aman dari gangguan binatang dan manusia (Foto Tim Konservasi Penyu Aroen Meubanja)

Dan menariknya, para pemuda yang dipimpin oleh Bang Murniadi (dari desa Keude Panga) tersebut tidak hanya mengurus penyu saja sebagai ‘penembus dosa’ mereka. Mereka juga menjaga hutan di bibir pantai Panga Aceh Jaya dari kehancuran yang membuat penyu enggan singgah di daerah mereka. Selain di darat, para pemuda ini juga acap sekali membersihkan bibir pantai dari kekumuhan yang bisa saja membuat terumbu karang yang menjadi menjadi salah satu tempat favorit  penyu rusak dan membuat penyu juga ikut punah bersamanya.

Selain itu mereka juga sering sekali melakukan ‘kampanye’ pentingnya menjaga penyu dari ancaman kepunahan di warung-warung kopi yang tumbuh bagaikan jamur di musim hujan yang menjadi tempat favorit bagi warga Aceh dan tentunya para nelayan  untuk menghabiskan sisa hari mereka selepas bekerja.

Setelah menyentuh hati orang dewasa melalui ‘kampanye’ penyelamatan penyu dari warung kopi ke warung kopi. Para pemuda yang tergabung di dalam tim konservasi penyu Aroen Meubanja tersebut juga menyentuh ranah anak usia dini yang mereka lakukan dengan cara sosialiasi dari sekolah yang satu ke sekolah lainnya yang ada di kecamatan Panga.

Mereka sepertinya sadar betul dengan pepatah yang mengatakan 'Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu'. Para pemuda ini berusaha menanamkan sedini mungkin kesadaran pentingnya menjaga penyu dari ulah tangan-tangan usil yang hanya memikirkan nasib perutnya saja. Jika tidak dilakukan seperti itu, bisa saja para anak-anak yang ada di Kecamatan Panga suatu hari nanti ketika mereka sudah dewasa akan kembali menjadi sebuah ancaman yang sangat mengerikan bagi kelangsungan hidup Penyu yang ada di Indonesia.

Para pemuda ini benar-benar telah berubah, mereka yang dulunya hanya ahli di dalam berburu penyu sekarang sudah ahli di dalam berbicara tentang penyu dengan beragam teori yang mereka pelajari dan juga sudah begitu ahli di dalam menggunakan berbagai media untuk menjelaskan tentang penyu agar yang mendengarkannya menjadi begitu antusias dan tidak bosan.

penyu
Para turis nampak begitu antusias di dalam kunjungan ke tempat Konservasi Penyu Aroen Meubanja yang ada di Desa Keude Panga (Foto Tim Konservasi Penyu Aroen Meubanja)

Berkat para pemuda Panga tersebut yang bertaubat dari perbuatan mereka, pantai Panga sekarang sudah banyak dikenal khalayak ramai dan menjadi tempat konservasi terbesar yang ada di Aceh Jaya.

Pada akhirnya mereka sadar usia mereka terus menua dari waktu ke waktu. Setiap kesempatan mereka selalu mengharapkan akan ada generasi penerus yang membuat Inovasi Daerah dengan cara mencintai penyu dan juga alam. Bagi mereka uang bukan menjadi tujuan tetapi menyelamatkan Penyu hingga Aneuk Cuco (anak cucu) menjadi motto hidupnya. 

Luar biasa, sebuah aksi dari pemuda desa yang bertaubat dari perbuatan buruknya yang patut diapresiasi hingga mereka tau bahwa mereka sudah berada di jalan yang seharusnya.

Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku


EmoticonEmoticon